- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Surat
kabar, tabloid, majalah, dan buletin dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok,
yaitu: berita (news), opini (views), dan iklan (advertising).
Kelompok
berita (news), meliputi antara lain
berita langsung (straight news), berita
menyeluruh (comprehensive news),
berita mendalam (depth news),
pelaporan mendalam (depth reporting),
berita penyelidikan (investigative news),
berita khas bercerita (feature news),
dan berita bergambar (photo news).
Kelompok
opini (views), meliputi tajuk
rencana, karikatur, pojok, artikel, kolom, esai, dan surat pembaca. Sedangkan
kelompok iklan, mencakup berbagai jenis dan sifat iklan mulai dari iklan produk
barang dan jasa, iklan keluarga seperti iklan duka cita, sampai kepada iklan
layanan masyarakat.
Untuk
memisahkan secara tegas antara berita (news)
dan opini (views), maka tajuk rencana
(editorial), karikatur, pojok,
artikel, kolom, dan surat pembaca biasanya ditempatkan dalam satu halaman
khusus yang disebut halaman opini (opinion
page).
Opini
berisi pendapat, komentar atau kritik yang bersumber dari redaksi surat kabar
bersangkutan. Itu sebabnya, tajuk rencana, pojok, karikatur, kolom ,dan surat
pembaca biasanya ditempatkan di halaman yang sama, yaitu pada halaman editorial
atau halaman opini surat kabar.
Gambar: contoh rubrik Opini pada surat kabar harian Kompas (watercrew96.blogspot.co.id) |
Surat
kabar di Indonesia memiliki struktur halaman atau rubrik masing-masing, begitu
juga dengan halaman opini yang biasanya dengan nama rubrik yang sama. Seperti
pada harian Kompas, halaman opini
biasanya terdapat di halaman 6-7 dengan nama rubrik OPINI. Pada koran Jakarta Post, halaman opini biasanya
terdapat di halaman 6-7 dengan nama rubrik Opinion. Sedangkan pada koran Republika, halaman opini terdapat di
halaman 6 dengan nama rubrik Opini.
Gambar: contoh perbandingan rubrik Opini pada surat kabar Kompas, Jakarta Post, dan Republika (watercrew96.blogspot.co.id) |
1. Tajuk Rencana
Gambar: contoh Tajuk Rencana pada surat kabar harian Kompas (watercrew96.blogspot.co.id) |
Tajuk
rencana yang juga lazim disebut editorial atau induk karangan adalah opini
berisi pendapat, komentar yang memperlihatkan sikap resmi surat kabar terhadap
suatu peristiwa atau masalah yang sedang hangat dan berkembang di tengah
masyarakat (Adek Alwi).
Karena
merupakan sikap surat kabar, maka pandangan dalam tajuk rencana didasarkan pada
kebijakan media yang bersangkutan. Tajuk rencana ditulis oleh pemimpin redaksi
yang merupakan pemegang redaksional tertinggi dalam surat kabar, karena dia
paham betul dengan kebijakan surat kabarnya.
Karakter
dan kepribadian pers sekaligus tercermin dalam tajuk rencana. Dengan
sendirinya, topik yang dikomentari dan cara pandang tajuk rencana bisa sama,
bisa berbeda, atau bisa berlawanan antara satu surat kabar dengan surat kabar
yang lain.
Seperti
contohya pada surat kabar harian Kompas
yang dipimpin oleh Jacob Oetama, memiliki ciri antara lain senantiasa
hati-hati, normatif, cenderung konservatif, dan menghindari pendekatan kritik
yang bersifat telanjang atau tembak langsung dalam ulasannya, pertimbangan
aspek politis lebih dominan dibandingkan dengan pertimbangan sosiologis.
Sedangkan
pada zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1966), surat kabar Pedoman yang dipimpin oleh Rosihan Anwar cenderung lebih berani, atraktif,
progresif, dan tidak canggung untuk memiliki pendekatan kritik yang bersifat
telanjang serta tembak langsung. Pers ini memilih mempertimbangkan aspek
sosiologis dalam pemuatan tajuk rencananya.
Surat
kabar harian Kompas memiliki
kepentingan yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan surat kabar Pedoman. Kepentingan yang sifatnya jauh
lebih kompleks itulah yang mendorong harian Kompas
untuk cenderung bersifat konservatif dan akomodatif dalam kebijakan pemberitaan
serta dalam pernyataan pendapat dan sikap melalui saluran resmi tajuk rencana.
Ini termasuk dalam konsekuensi pers sebagai jasa industri jasa informasi.
Tajuk
rencana memiliki corak, gaya penulisan yang dipengaruhi oleh fungsinya. Ada
empat fungsi tajuk rencana (Adek Alwi), yaitu:
- Menjelaskan berita, yang bergaya seperti guru yang menjelaskan berita atau peristiwa kepada pembaca.
- Mengisi latar belakang, yang bergaya seperti pemberi wawasan kepada pembaca.
- Meramalkan masa depan, yang bergaya seperti menganalisa ramalan masa depan apa yang akan terjadi, dengan demikian pembaca diharapkan dapat besiap-siap untuk mengahadapi masa yang akan datang itu.
- Meluruskan suatu penilain modal, yang besifat kritis terhadap perilaku masyarakat, yang dinilai bisa membahayakan masyarakat lainnya, apalagi bangsa dan negara.
Pojok
ialah bagian dari sejarah Indonesia, merupakan rubrik khas yang hanya terdapat
dalam surat kabar Indonesia. Pertama kali muncul dalam surat kabar Kaoem Moeda tahun tahun 1913 dengan nama Iseng-Iseng.
Tetapi, meski namanya Iseng-Iseng dan penulisnya memakai nama samaran Koek,
rubrik ini menjadi andalan Kaoem Moeda,
ditiru oleh berbagai surat kabar dan majalah dengan banyak nama, yaitu Pojok,
Sudut, Jamblang Kocok, dll. Namun, yang populer hingga saat ini adalah Pojok.
Kaoem Moeda
dokemudikan oleh tokoh-tokoh Sarekat Islam seperti AH Wignjadisastra sebagai
pemimpin umum Abdoel Moeis (1886-1959) pemimpin redaksinya, Soewardi
Soerjaningrat sebagai redakturnya yang kemudian sohor sebagai Ki Hadjar
Dewantara (1889-1959).
Melihat
keterkaitan surat-surat kabar serta majalah yang dijadikan dengan organisasi
atau partai politik di masa lalu, serta tokoh-tokoh yang mengasuh rubrik Pojok
pada media tersebut, tidak pelak lagi Pojok berperan penting dalam pers
Indonesia terutama surat kabar. Rubrik ini merupakan perncerminan sikap redaksi
surat kabar bersangkutan.
Pojok,
sekalipun kecil dan tempatnya pun di sudut halaman editorial, memiliki peran
yang tidak kecil. Maka dari itu, pada tahun 1960 atau di zaman Demokrasi
Terpimpin (1959-1966), rubrik ini pernah dilarang oleh pemerintah. Namun, Pojok
kemudian eksis kembali sampai saat ini sebagai rubrik khas yang hanya terdapat
dalam pers khususnya surat kabar Indonesia.
Pojok
adalah kutipan pernyataan singkat narasumber atau peristiwa tertentu yang
dianggap menarik atau kontoversial untuk kemudian dikomentari oleh pihak
redaksi dengan kata-kata atau kalimat yang mengusik, menggelitik, menyindir,
menggelitik, dan adakalanya reflektif. Tujuannya untuk mencubit atau
mengingatkan sesuai dengan fungsi kontrol sosial yang dimiliki pers. Kritis
tetapi tetap eksis.
Sesuai
dengan namanya, Pojok ditempatkan di sebelah pojok halaman surat kabar. Dalam setiap
edisi penerbitan, pojok memuat tiga sampai lima butir kutipan pernyataan atau
peristiwa mmenarik untuk dikomentari. Pojok memuat pernyataan teramat pendek,
ringan, namun sangat mengenai sasaran. Biasanya editorial pendek ini bertujuan
membuat pembaca geli tetapi menyetujui pendapat dalam tajuk tersebut.
Dari
segi bentuk atau penampilannya, Pojok memang terlihat sederhana (satu boks
saja), dan malah tampak remeh atau sepele. Kecil, ringkas, apalagi letaknya di
sudut atau pojok halaman, seolah-olah dibaca syukur dan tidak dibaca tak jadi
soal.
Tetapi,
banyak hal menunjukkan, yang kecil dan terlihat sepele tak selalu jadi tidak
penting atau tidak punya arti atau makna sehingga bisa dilewatkan begitu saja.
Khususnya bagi mereka yang menjadi pemimpin publik atau memilki keterkaitan
dengan nasib banyak orang seperti para pejabat (baik di masa lalu maupun
sekarang).
Struktur
atau anatomi Pojok terdiri atas dua bagian,
pertama adalah kutipan dari peristiwa, masalah, ataupun berita yang akan
dikomentari dan kedua merupakan komentar pengasuh/penulis Pojok terhadap
berita, peristiwa, masalah tersebut.
Secara
etimoligis, karikatur berasal dari bahasa Italia, caricare, yang artinya
melebih-lebihkan. Kata caricare itu sendiri dipengaruhi kata carattere, yang
berarti karakter dan kata cara bahasa Spanyol yang berarti wajah. Dengan
demikian, secara etimologis, karikatur adalah gambar wajah dan karakteristik
seseorang yang diekspresikan secara berlebih-lebihan.
Di Indonesia,
karikatur muncul pertama kali di zaman penjajahan, yaitu awal abad ke-20,
bersamaan dengan munculnya penerbitan pers (surat kabar, majalah). Dan
sebagaimana tajuk rencana, pojok, artiel, karikatur ambil bagian sebagai
penyalur pendapat/opini penggerak kebangsaan/kemerdekaan untuk
mengeritik/menentang pemerintah kolonial. Masa Demokrasi Liberal, tahun
1950-1959, karikatur blooming karena hampir seluruh surat kabar memuat
karikatur yang digunakan untuk menyerang lawan politik.
Dalam Encyclopedia
of The Art dijelaskan, karikatur merupakan representasi sikap atau karakter
seseorang dengan cara melebih-lebihkan sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur
juga sering dipakai sebagai sarana kritik sosial dan politik.
Seperti
tajuk rencana, pojok, serta artikel, karikatur merupakan suatu bentuk opini
atau pendapat di dalam surat kabar yang berperan penting, karena berisi opini
yang mencerminkan sikap surat kabar bersangkutan. Media utama karikatur
bukanlah bahasa melainkan gambar,
tepatnya gambar kartun yang memiripkan subjeknya dengan gaya satiris atau
menyindir, mengejek, dan mengolok-olok.
Dalam
perkembangan kemudian, sesuai dengan dinamika persoalan yang dihadapi dan
diliput pers, karikatur tidak hanya menunjuk kepada gambar wajah seseorang yang
dilebih-lebihkan. Karikatur juga mencakup semua peristiwa yang terjadi,
diliput, dan menjadi sorotan pers. Ia bahkan termasuk karya seni grafis.
Menggambar
karikatur termasuk proses kreatif seorang ahli grafis sekaligus seorang
jurnalis. Sebagai ahli grafis, ia harus
dapat menyajikan gambar yang memenuhi kaidah komposisi, gradasi, dan aksentuasi
secara tajam dan serasi. Sebagai jurnalis, ia pandai memilih topik yang sedang
aktual, menyangkut kepentingan masyarakat umum, dan mengemasnya dalam paduan
gambar serta kata-kata yang singkat, lugas, sederhana.
Secara
teknis jurnalistik, karikatur diartikan sebagai opini redaksi media dalam
bentuk gambar yang sarat dengan muatan kritik sosial dengan memasukkan unsur
kelucuan, anekdot, atau humor agar siapa pun yang melihatnya bisa tersenyum,
termasuk tokoh atau objek yang dikarikaturkan itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar